Kisah Desa Sekapuk, Desa Milyader Di Gresik Yang Mantan Kadesnya Kena Kasus Penggelapan Aset Desa

Surabaya – Desa Sekapuk di Gresik, Jawa Timur, yang pernah dikenal sebagai “Desa Miliarder,” kembali menjadi sorotan. Abdul Halim, mantan kepala desa yang membawa desa ini ke puncak kejayaan, kini ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan aset desa. Di bawah kepemimpinannya, desa ini pernah mencatat pendapatan miliaran rupiah melalui pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan destinasi wisata Setigi.

Kasus ini mengemuka setelah terungkap bahwa BUMDes Sekapuk memiliki utang hingga Rp9,5 miliar, sementara investasi warga dalam program wisata desa belum dikembalikan. Halim juga dituding tidak menyerahkan sertifikat dan aset desa setelah masa jabatannya usai.

Transformasi Desa Sekapuk

Desa Sekapuk awalnya merupakan desa tertinggal dengan perekonomian bergantung pada tambang kapur yang mulai ditinggalkan. Pada 2017, Halim menginisiasi revitalisasi desa dengan memanfaatkan bekas tambang kapur menjadi kawasan wisata bernama Setigi (Selo, Tirto, Giri). Dengan dana Rp2 miliar hasil patungan warga dan desa, Setigi dibuka pada 2019, menawarkan berbagai wahana, termasuk danau buatan, spot foto, dan bangunan bernuansa tradisional hingga klasik.

BACA JUGA :  Aneka Tradisi Jawa Yang Masih Melekat Dalam Kehidupan Sehari-hari

Keberhasilan Setigi mendongkrak ekonomi desa, meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes) hingga Rp2 miliar pada tahun pertama. Desa ini pun dikenal luas sebagai desa mandiri dengan nilai Indeks Desa Membangun (IDM) 0,88 persen.

Peran BUMDes dan Warga

Kesuksesan Setigi tak lepas dari keterlibatan warga melalui program Tabungan Plus Investasi (Taplus Invest). Warga berkontribusi sebagai investor dengan imbal hasil berupa Sisa Hasil Usaha (SHU) tahunan. Selain itu, BUMDes Sekapuk mengelola enam unit usaha, termasuk tambang, pengolahan sampah, hingga layanan simpan pinjam, dengan omzet tahunan mencapai Rp11 miliar.

Kesejahteraan dan Infrastruktur

Pendapatan besar ini digunakan untuk program kesejahteraan warga, seperti beasiswa, bedah rumah, dan penyediaan fasilitas umum. Desa juga memiliki lima kendaraan operasional mewah yang mendukung kegiatan pemerintah desa, PKK, dan BUMDes.

BACA JUGA :  Keraton Surakarta, Sejarah Dan Eksistensi Di Pemerintahan Masa Lampau

Kejatuhan Abdul Halim

Namun, di balik prestasi gemilang tersebut, utang BUMDes yang mencapai miliaran rupiah dan dugaan penggelapan aset menyeret Halim ke meja hijau. Masalah bermula dari janji pengembalian investasi yang belum terealisasi, menimbulkan keresahan di kalangan warga.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa adalah kunci keberhasilan berkelanjutan, terutama di desa-desa yang telah mencapai status mandiri dan berdaya.

About admin1

Check Also

Budaya Tiup Terompet Di Tahun Baru, Benarkah Berawal Dari Bangsa Yahudi?

Seperti banyak negara di dunia, Indonesia memiliki tradisi khas dalam menyambut pergantian tahun. Jika masyarakat …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *